Anak kecil sebelum baligh tidak wajib berpuasa dan wajib mengqadha dan bayar fidyah jika meninggalkan puasanya. Akan tetapi anak kecil harus dididik untuk berpuasa tapi jika sudah memasuki 7 tahun wajib berpuasa.
Dalam
hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Pena catatan amal diangkat (kesalahannya tidak dihitung) untuk 3 orang: orang yang tidur sampai bangun, anak kecil sampai besar (baligh), dan orang gila sampai sadar,” (HR. Ahmad 24694 & Nasai 3445).
2. Orang gila
Orang gila tidak wajib berpuasa dan tidak wajib qadha dan bayar fidyah jika meninggalkannya.
3. Orang sakit
Orang
sakit yang memberatkan berpuasa tidak wajib berpuasa akan tetapi wajib untuk
menggantinya (mengqadha) diwaktu lain.
Sebagaimana
Allah Ta’ala berfirman,
فَمَنْ
شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ
“Barangsiapa
di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah:185).
4. Orang tua
Orang
tua yang sudah sangat tua tidak wajib berpuasa dan untuk menggantinya dengan
membayar fidyah.
Allah SWT berfirman dalam Q.S Al Baqarah ayat 184 yang artinya,
"...dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin."
5. Wanita hamil
Wanita
hamil jika masih sanggup mengganti (qadha) puasa dilain waktu, jika tidak
sanggup maka cukup membayar fidhyah.
"Sesungguhnya Allah 'azza wa jalla menghilangkan pada musafir separuh shalat. Allah pun menghilangkan puasa pada musafir, wanita hamil,dan wanita menyusui." (HR. Ahmad).
6. Orang menyusui
Sama halnya dengan wanita hamil, wanitia menyusui jika masih sanggup mengganti (qadha) puasa dilain waktu, jika tidak sanggup maka cukup membayar fidhyah.
7. Haidh
Dari Abu Sai’d, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَيْسَ
إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ، وَلَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِينِهَا
“Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa? Itulah kekurangan agama si wanita. (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 1951 dan Muslim no. 79)
Wanita
haidh diwajibkan untuk mengqadha puasanya dilain waktu. Sebagaimana hadist dari
Mu’adzah, ia berkata bahwa ada seorang wanita yang berkata kepada ‘Aisyah,
أَتَجْزِى
إِحْدَانَا صَلاَتَهَا إِذَا طَهُرَتْ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ كُنَّا نَحِيضُ
مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلاَ يَأْمُرُنَا بِهِ . أَوْ قَالَتْ فَلاَ
نَفْعَلُهُ
“Apakah kami perlu mengqodho’ shalat kami ketika suci?” ‘Aisyah menjawab, “Apakah engkau seorang Haruri? Dahulu kami mengalami haid di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqodho’nya. Atau ‘Aisyah berkata, “Kami pun tidak mengqodho’nya.” (HR. Bukhari no. 321).
8. Nifas
Wanita nifas keadaannya sama seperti wanita haidh tidak diwajibkan untuk puasa di Bulan Ramadhan.
9. Orang musafir/berpergian
Orang
musafir/berpergian lebih dari 80 km tidak diwajibkan untuk berpuasa dan harus
menggantinya dilain waktu.
Allah
berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 185, "Dan barang siapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain."