Kisah
Ramadhanku kali ini bukan kisah bahagia, mendapat hadiah atau bahkan
jalan-jalan ke pulau Jawa apalagi saat suasana bahagia bertemu keluarga yang
lama merantau di pulau sebelah. Ini kisah Ramadhanku yang paling membuatku
tertampar keras, tidak hanya tamparan, sandungan batu besar juga iya ku
rasakan. Kenapa ku katakan seperti itu sahabat, ini membangunkanku dari tidur
lama ku, ini menambahkan rasa keimanan dan ketaqwaan itu terhadap Ilahi.
Awalnya sahabat aku ragu memilih perkerjaan ini, karena pekerjaan ini akan
turun di lapangan, ada dua pekerjaan yang aku pilih saat itu antara menjadi
Surveyor atau jaga gerai, cukup lama aku memikirkan antara memilih pekerjaan
itu, kalau Surveyor aku akan keliling-keliling kota Palangka Raya sampai
gang-gang sempitpun di lalui dan tumpukan sampah di TPS akhir apa lagi, pasti
kumuh di tambah lagi trik matahari apalagi sedang puasa, kalau jaga gerai hanya
duduk dan terkadang berdiri membagikan brosur dan bahkan di ruangngan berAC
yang dingin dan sejuk tanpa buang tenaga yang berarti apalagi minyak bensin
yang terbuang paling menuju tempat menjaga gerai itu saja tapi itukan tak
seberapa. Tapi bismillah di dalam hatiku sahabat, aku memilih Surveyor,
walaupun aku tahu banyak resiko yang akan terjadi, tapi apalah gunanya itu
semua jika tidak menambah keiman dan ketaqwaan kita kepada ALLAH SWT.
Alhamdulillah aku sangat bersyukur banyak pembelajaran yang aku dapatkan dari
aku mensurvey orang-orang miskin yang tak punya apa-apa, mulai dari ditinggal
mati suami hingga di tinggal pergi, mulai rumah yang beratapkan daun hingga
dari tirap. Sahabat walaupun gaji di minggu pertama ku setengah dari gaji yang
jaga gerai, tapi aku tetap bersyukur, yang penting uang yang kita dapatkan
berkah di sisi ALLAH SWT, pembelajara ini aku dapatkan dari surveyor ini
sahabat, aku baru paham pengalaman itu lebih berharga dari uang yang
berjuta-juta ataupun lebih. Pengalaman itu yang aku cari sahabat bukan uang.
Sahabat
kali ini aku akan menceritakan salah satu kisah ketika aku menjadi surveyor,
hari selasa, tanggal 30 Juli 2013, kami bertiga yang bekerja sebagai surveyor,
rencanya mau hari itu, ba’da zhuhur, akan mendistribusikan sembako terhadap
data yang kami survey, tapi karena ada suatu hal hari itu tidak jadi
mendistribusikannya, karena sudah terlalu lama menunggu dari ba’da zhuhur sampai jam satu lewat, timbang pada hari itu gak ada kerja,
maka akupun berinisiatif untuk survey terhadap warga yang tinggal di Jl. Jati
ujung yang di beritahu salah satu pegawai Rpnf. Alhamdulillah ALLAH
memudahkanku untuk mendapatkan rumah tinggal beliau. Sahabat apa yang kau
fikirkan tentang ibu itu, dari semua data surveyor, kisah ibu ini lebih
mengharukan mengetuk pinta hati yang telah tertutup lama, tak ada isak tangis
yang keluar dari mata ibu itu, aku lihat wajah ibu itu tetap tegar eperti tanpa
beban apapun. Sahabat tahukah kamu, keadaan ibu itu, keadaan ibu ini hanya
salah satu, kita tidak tahu bahkan di luar sana mungkin ada yang lebih tragis
nasibnya. Ibu itu sahabat hanya tinggal di gubuk dan di tanah orang lain,
mereka di suruh jaga tanah itu, anak ibu itu 3 orang, 2 orang putus sekolah
satu orang ketika ku tanya jawaban ibu itu ini gak tahu ntah sekolah atau
tidak, sahabat masihkah kita mengeluh, karena tugas kuliah yang bertambah,
padahal di luar sana sangat ingin banyak yang bersekolah. Sahabat ketika aku
tanya, mandinya dari mana airnya ibu? Sahabat air mulai, mandi, cuci piring
hingga cuci pakaian sampai sayuran pakai air parit yang da di seberang jalan di
depan rumah ibu itu sahabat, padahal air itu bercampur sampah-sampah. Sahabat
masihkah kita membuang air, yang kita punya, membiarkan air di kamar mandi
sia-sia begitu saja padahal di luar sana banyak yang ,membutuhkan air itu
shabat. Ketika aku tanya air minumnya dari mana ibu ? Sahabat ternyata ini
lebih miris menyayayat hati yang paling dalam dengan silet tajam yang baru,
minum satu keluarga mereka sahabat air mentah itupun di minta dari air
tetangga, ketika aku tanya tidak sakit perut bu minum air mentah, beliau
berkata awalnya mencret-mencret tapi lama-lama udah terbiasa jadi gak lagi, gak
sanggup saya beli galonnya katanya mahal, gak da uang saya. Dalam hatiku
berzikir mengucapkan rasa syukur terhadap Pencipta masih diberikannyaku
kecukupan untuk memenuhi kebutuhanku. Sahabat masihkah kita membuang-buang air
minum yang kita beli, aku sangat benci ketika ada kegiatan minuman air mineral
di sisakan begitu saja atau bahkan di buang-buang penuh kesia-sian padahal
sahabat di luar sana banyak yang membutuhkan air minum sahabat. Aku tanyakan kembali sahurnya pakai
apa ibu? Kami sahur pakai nasi, garam, ajinamoto dan asam. Ya ALLAH masihkah
kita tidak bersyukur sahabat, karena kita hanya bisa makan mie, sedangkan di
luar sana hanya makan nasi, garam, ajinamoto dan asam jawa sahabat.
Pada
sore hari itu juga aku ajak ibu itu untuk belanja, Alhamdulillah uangku cukup
untuk belanja ayam, telur, ikan asin, berambang, minyak goreng dan minyak
tanah. Setelah belanja kami kembali lagi
di rumah tua itu. Untuk menutup pertemuan dengan ibu itu, aku bilang ibu ini
untuk ibu di masak ibu, ini ada ayam, telur, ikan asin. Sahabat tahukah kamu,
ibu itu ternyata gak pernah masak ayam, jadi gak tau cara masak ayam, dan
mengatakan bahwa ikan asin yang aku beli itu kemahalan menurut ibu itu, mereka
makan ikan asin yang murahan dan sudah lama. Dan ketika itu juga ku ambil ayam
itu, ku potong-potong setelah ku potong ku cuci, rasanya aku gak tega nyuci
ayam pakai air parit itu, ku minta air mentah yang untuk minum mereka untuk
mencuci ayam itu, setelah di cuci aku lumuri dengan garam dan asam jawa,
setelah itu aku goreng, ketika anaknya berdiri di sampingku, kucoba untuk
bertanya pernah makan ayam kah dek, sahabat ternyata adik itu mengatakan tidak
pernah makan ayam sahabat. Ketika ayam itu di goreng begitu riangnya adik itu
melihat ayam itu hampir meneteskan air mata rasanya. Ketika ku jelaskan kalau
ayamnya uda kuning itu tandanya udah masak ibu, ibu itu mengangguk-ngangguk sama aja kan masak seperti ikan asin, iya ibu
jawabku. Sahabat masihkah kita menyisakan makanan kita, apalagi menyisakan ayam
padahal di luar sana banyak yang ingin makan ayam dan bahkan tidak pernah makan
ayam sahabat. Aku sangat marah ketika itu kegiatan DM2 aku di tahun 2011,
ketika itu koordinator konsumsinya seorang laki-laki, ayam untuk sahur melibih
kapasitas orangnya, 1 orang bisa makan 3 potong ayam, ketika itu kami makan
ayamnya saja sudah kenyang dan masih banyak sisa ayam pada waktu itu, aku
sangat marah dan aku sampaikan ke Ketua Umum Daerah dan di depan panitia
lainnya, mengapa banyak yang bersisa padahal di luar sana banyak yang
membutuhkan itu, terbuang penuh kesia-siaan. Sahabat masihkah kita
membuang-buang makan dan lauk kita padahal di luar sana sangat membutuhkan.
Itulah
kisah Ramadhanku 1434 H, walaupunku tak pulang kampung, hati taklah mendung,
yang penting bertambah iman dan taqwa terhadap yang Maha Pelindung. ALLAH wa
ZALLA.
Tulisan lama, semoga terinspirasi
Palangka Raya, 31 Juli 2013
@ Yeni S.M