السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Apa kabar pengunjung
bloger saya yang setia, sudah lama saya enggak posting-posting di blog saya,
wkwkwkwkwk. Kali ini saya mau nulis tentang lamaran ramalan, sebelum
menulis tentang itu saya mau berpantun dulu.
Berkunjung ke Gorontalo
Singgah sebentar di
Pantai Baloyya
Enggak apa-apa jomblo
Asalkan bahagia. . . .
Duh maaf pantunnya gak
nyambung ama judul blog yang diatas. Heee
Oke bismillah saya mau
berbagi ilmu terkait Ramalan. Saya turut sedih karena tulisan-tulisan tentang
ramalan berseliweran dimana-mana. sekarang sangat mudah untuk dicari tinggal
search nanyak sama mbah kita google ketemu dah apa yang kita mau tanyain.
Enggak kayak dulu yang masih serba cetak jadi beli majalah dulu baru bisa baca
ramalan. Dengan mudahnya informasi yang didapat, mungkin kita enggak sengaja
membuka tulisan tentang ramalan tersebut di socmed dan kemudian kita membacanya
sekalipun tidak mempercayainya sesungguhnya dapat menggerus Aqidah kita na'udzubillahimindzalik.
Sesungguhnya islam
datang untuk salah satunya memperbaiki akhlak manusia yang semula jahilliyah.
Berkaca kebelakang zaman jahilliyah dimana manusia pada saat itu percaya
ramalan-ramalan termasuk ramalan-ramalan bintang/zodiak yang sampai sekarang
masih banyak yang mempercayainya. Zodiak dahulu yang membuat Mesir kuno sekitar
abad ke-4 SM.
Dalam
bangsa Arab sebelum islam masuk ramalan disebut tathayyur. Kata ini berasal dari thair yang artinya burung.
Sejarah dari tathayyur berawal dari kebiasaan orang Arab pada jaman jahilliyah, jika seseorang hendak melakukan perjalanan, maka ketika
melihat burung terbang menuju arah kanan berarti dia akan mendapat keuntungan.
Akan tetapi jika burung terbang ke arah kiri maka akan terjadi kesialan.
Sebagian masyarakat bahkan sengaja melepaskan burung
untuk menentukan nasib perjalanannya. Ketika burung tersebut terbang ke arah
kanan, perjalanan akan dilakukan. Namun jika
burung terbang ke arah kiri maka perjalanan dibatalkan. Kemudian istilah tathayyur
berkembang bukan saja disebabkan oleh petunjuk burung namun dengan
petunjuk-petunjuk lainnya.
Lalu, apa hukum membaca
ramalan-ramalan di internet ataupun di media social lainnya?
Menurut Fatwa Kerajaan Saudi
Arabia (Al Lajnah Ad Daimah), Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
mengenai hukum membaca ramalan bintang, zodiak dan semisalnya adalah haram dan
bentuk kesyirikan kepada Allah. Baik membacanya apalagi sampai
mempercayainya. Mari kita baca hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan
sanad yang shahih dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنِ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنَ
النُّجُومِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ
“Barangsiapa mengambil ilmu
perbintangan, maka ia berarti telah mengambil salah satu cabang sihir, akan
bertambah dan terus bertambah.”
Begitu pula hadits yang diriwayatkan
oleh Al Bazzar dengan sanad yang jayyid dari ‘Imron bin
Hushoin, dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ
أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ أَوْ سَحَّرَ أَوْ
سُحِّرَ لَهُ
“Bukan termasuk golongan
kami, siapa saja yang beranggapan sial atau membenarkan orang yang beranggapan
sial, atau siapa saja yang mendatangi tukang ramal atau membenarkan ucapannya,
atau siapa saja yang melakukan perbuatan sihir atau membenarkannya.”
Siapa saja yang mengklaim
mengetahui perkara ghaib, maka ia termasuk dalam golongan kaahin
(tukang ramal). Ilmu ghaib hanya Allah yang mengetahuinya, sebagaimana
disebutkan dalam ayat, dibawah ini:
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
“Katakanlah: “Tidak ada
seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali
Allah” (QS. An Naml: 65).
Syaikh Sholih Alu Syaikh
mengatakan, “Jika seseorang membaca halaman suatu koran yang berisi zodiak yang
sesuai dengan tanggal kelahirannya atau zodiak yang ia cocoki, maka ini
layaknya seperti mendatangi dukun. Akibatnya cuma sekedar membaca semacam ini
adalah tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari. Sedangkan apabila
seseorang sampai membenarkan ramalan dalam zodiak tersebut, maka ia berarti
telah kufur terhadap Al Qur’an yang telah diturunkan pada Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam.” (Lihat At Tamhid Lisyarh Kitabit Tauhid oleh
Syaikh Sholih Alu Syaikh pada Bab “Maa Jaa-a fii Tanjim”, hal. 349)
Ada dua persoalan didalamnya, jika
sekedar membaca zodiak atau ramalan bintang, walaupun tidak mempercayai ramalan
tersebut, maka itu tetap haram. Akibat perbuatan ini, shalatnya tidak diterima
selama 40 hari.
Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ
عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi
tukang ramal, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.” (HR. Muslim
no. 2230). Ini akibat dari cuma sekedar membaca.
Maksud tidak diterima shalatnya
selama 40 hari dijelaskan oleh An Nawawi: “Adapun maksud tidak diterima
shalatnya adalah orang tersebut tidak mendapatkan pahala. Namun shalat yang ia
lakukan tetap dianggap dapat menggugurkan kewajiban shalatnya dan ia tidak
butuh untuk mengulangi shalatnya.” (Syarh Muslim, 14: 227)
Persoalan yang kedua adalah
apabila sampai membenarkan atau meyakini ramalan tersebut, maka dianggap telah
mengkufuri Al Qur’an yang menyatakan hanya di sisi Allah pengetahuan ilmu
ghoib.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ
عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى
مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi
dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur
pada Al-Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad no. 9532,
hasan).
Akan tetapi jika seseorang
membaca ramalan tadi untuk membantah dan membongkar kedustaannya, semacam ini
termasuk yang diperintahkan bahkan dapat dinilai wajib. (Al Qoulul Mufid
‘ala Kitabit Tauhid, 1: 330).
Lalu bagaimana cara kita mengetahui
karakter orang lain jika membaca lamaran ramalan hukumnya haram. Dalam islam semua kehidupan ini sudah diatur
mulai dari A hingga Z. Mengetahuin karakter saudara kita bisa dikenali dengan cara
melakukan safar bersamanya.
Sebagaimana Umar bin Khattab memiliki tiga ukuran untuk menimbang benarkah
seseorang mengenali orang lain ?
Satu hari ketika seseorang memuji
kawannya dalam persaksian sebagai orang baik,‘Umar bertanya padanya, ”Apakah
engkau pernah memiliki hubungan dagang atau hutang piutang dengannya, sehingga
engkau mengetahui sifat jujur dan
amanahnya ?”
” Belum,” jawabnya ragu.
”Pernahkah engkau,” cecar
Umar,”Berselisih perkara dan bertengkar hebat dengannya sehingga tahu bahwa dia tidak fajir dalam berbantahan ?”
” Ehm, juga belum…”
”Pernahkah engkau bepergian
dengannya selama 10 hari sehingga telah habis kesabarannya untuk berpura-pura
lalu kamu mengenali watak-watak aslinya
?”
” Itu juga belum. “
“Kalau begitu pergilah kau, hai
hamba Allah. Demi Allah kau sama sekali tidak mengenalnya !”.
Ketiga hal ini akan mudah mengenal
watak dan karakter seseorang. Salah satunya bersafar bersama selama 10 hari
atau lebih. Dengan bersafar semua sikap asli akan tersingkap. Dari situ kita
bisa menilai orang tersebut.
Kata-kata safar menurut Syaikh
Muhammad bin shalih Al-Ustaimin adalah
وسمي سفرا لأنه من الإسفار وهو الخروج
والظهور كما يقال أسفر الصبح إذا ظهر وبان وقيل في المعنى سمي السفر سفرا لأنه
يسفر عن أخلاق الرجال يعني يبين ويوضح أحوالهم فكم من إنسان لا تعرفه ولا تعرف
سيرته إلا إذا سافرت معه وعندئذ تعرف أخلاقه وسيرته وإيثاره
“Diistilahkan
safran karena diambil dari makna al-isfar yaitu: keluar dan terang, nyata.
sebagaimana dikatakandalam ungkapan yaitu bersinar atau bercahaya. Secara makna disebut as-safaru–safran
karena “membuka perihal akhlak seseorang.” Maksudnya, menjadikan jelas
dan nyata keadaannya. Berapa banyak orang yang belum terkuak jati dirinya, bisa
terungkap setelah melakukan safar/bepergian bersamanya. Ketika dalam safar itulah
engkau mengetahui akhlak, perangai dan wataknya.
Jadi, tidak perlu lagi bukan membaca
ramalan atau sebagainya. Didalam islam, sudah ada solusinya yaitu dengan
bersafar bersama.
Dimulai dari sekarang tidak
mendekati ramalan apalagi sampai membaca atau mempercayainya, na'udzubillahimindzalik.
Wallahu a'lam
bish-shawab.
وَعَلَيْكُمْ
السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Rungan Barat, 20 Maret 2018
@Yeni_s.m